----------- Pembantian Sabra dan shatila -----------
Pasukan-pasukan Falangis tidak meninggalkan kamp-kamp itu pada pk. 5.00 pagi hari Sabtu, seperti yang diperintahkan. Mereka memaksa mereka yang masih tersisa untuk berbaris keluar dari kamp, dan secara acak membunuhi mereka, sementara yang lainnya dikirim ke stadion untuk diinterogasi. Hal ini berlangsung sehari penuh. Milisi akhirnya meninggalkan kamp pada pk. 8.00 pagi pada 18 September. Wartawan-wartawan asing pertama yang diizinkan masuk ke kamp pada pk. 9.00 pagi menemukan ratusan jenazah yang berserakan di seluruh kamp itu, banyak di antaranya yang terpotong-potong. Berita resmi pertama tentang pembantaian ini disiarkan sekitar tengah hari.
Jumlah korban sebenarnya diperdebatkan. Ada kesepakatan umum bahwa jumlah yang pasti sulit ditentukan, karena kondisi yang kacau pada saat dan setelah pembantaian, penguburan, dan penghitungan awal para korban. Selain itu, malah ini juga sangat sensitif secara politis bahkan hingga hari ini. Diperkirakan bahwa sekurang-kurangnya seperempat dari para korban adalah orang Lebanon dan sisanya Palestina. Berikut ini adalah klaim-klaim utama yang disusun berdasarkan jumlah korban:
Surat dari kepala utusan Palang Merah kepada Menteri Pertahanan Lebanon, yang dikutip dalam laporan Komisi Kahan sebagai "bukti 153", menyatakan bahwa wakil-wakil Palang Merah telah menghitung 328 mayat; tetapi komisi ini mencatat bahwa "namun demikian angka ini tidak mencakup semua mayat..."
Komisi Kahan mengatakan bahwa, menurut "sebuah dokumen yang tiba di tangan kami (bukti 151), jumlah korban keseluruhan yang tubuhnya ditemukan sejak 18.9.82 hingga 30.9.82 adalah 460". Komisi ini mengklaim bahwa angka ini terdiri dari "jumlah mayat yang dihitung oleh Palang Merah Lebanon, Palang Merah Internasional, Pertahanan Sipil Lebanon, korps medis dari tentara Lebaon, dan oleh keluarga para korban."
Angka yang diberikan Israel, berdasarkan intelijen Angkatan Pertahanan Israel (IDF), menyebutkan 700-800 mayat. Menurut pandangan Komisi Kahan, "ini mungkin sekali angka yang paling dekat dengan realitas."
Menurut BBC, "sekurang-kurangnya 800" orang Palestina meninggal.[6].
Bayan Nuwayhed al-Hout dalam bukunya Sabra and Shatila: September 1982 (Pluto, 2004) menyebutkan jumlah minimum 1.300 nama korban berdasarkan perbandingan terinci dari 17 daftar korban dan bukti-bukti pendukung lainnya dan memperkirakan jumlah yang bahkan lebih tinggi lagi.
Robert Fisk, salah seorang wartawan pertama yang mengunjungi tempat kejadian, mengutip (tanpa membenarkan) para perwira Falangis yang mengatakan bahwa "2.000 'teroris' - perempuan maupun laki-laki - telah terbunuh di Chatila."
Bulan Sabit Merah Palestina menyebutkan angka lebih dari 2.000 orang (Schiff and Ya'ari 1984).
Dalam bukunya yang diterbitkan segera setelah pembantaian itu [7], wartawan Israel, Amnon Kapeliouk dari Le Monde Diplomatique, menyimpulkan sekitar 2.000 jenazah yang disingkirkan setelah pembantaian itu menurut sumber-sumber resmi dan Palang Merah dan "perkiraan yang kasar sekali" menduga 1.000-1.500 korban lainnya yang disingirkan oleh para Falangis itu sendiri. Angka keseluruhannya yaitu 3.000-3.500 ini yang sering dikutip oleh orang Palestina.
Pembantaian ini membangkitkan kemarahan di seluruh dunia. Pada 16 Desember 1982, Sidang Umum PBB mengutuk pembantaian ini dan menyatakannya sebagai suatu tindakan genosida. Namun tidak ada tindakan, baik nasional maupun internasional, yang dilakukan terhadap komandan Falangis, Elie Hobeika, yang terbunuh oleh sebuah bom di Beirut pada 2002
Jika belum tersentuh coba baca :
http://hancurkanliberal.blogspot.co.id/2012/11/saksi-mata-tragedi-pembantaian-kamp.html?m=1
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Heran, terheran, ku putar berkali kali logikaku. manusia kejam. kejam. ada api yang terbakar marah berkecamuk dalam dadaku. Kejam disela kata itu yang terus terulang ku tulis ini, takut kalian tak paham maka coba baca penjelasanku. Aku bukanlah sosok yang luas wawasannya, yang suka membaca hingga tau begitu luas sejarah sejarah yang pernah terjadi. Juga bukan seseorang yang berjuang di garis depan menjadi relawan ketika ada bencana terjadi, juga bukan, ntah aku hanyalah anak biasa yang terlahir di sudut suatu kota di suatu negara, di salah satu ujung dunia, namun simpulan yang pasti yang bisa kunyatakan dengan jelas. mereka kejam. benar kejam.
ada selipan doa :
Allah selamatkan aku dari sifat itu, ntah apapun yang merubah mereka. jadikan hatiku tetap menjadi manusia yang bernurani, bermanfaat dan selalu berjuang menebar kebaikan atas nikmat waktu dan petunjukMu :(
Seminggu ini, novel bumi cinta yang dengan semangatnya ku tamatkan di sela sela waktu luangku, karna penasaran dengan kehidupan tokoh ayyaz yg di suntikkan akhlak islam oleh penulis, lalu bayangan kehidupan rusia yang mengantarku membaca dengan antusias membalik lembaran kertas, imaginasi dan kekagumanku bagaimana keimanan seseorang muslim yang begitu sulit mempertahankan imannya namun hembusan nafas legaku ketika tokoh utama berhasil melewati nya,
Bagaimana sedikit ketakutanku ketika perdebatan filsafat pemikiran atheis dijelaskan secara gamblang dan keraguanku membaca nya secara mendalam karena takut terseret namun berakhir dengan anggukan setuju akan argumen kuat dari tokoh utama. Sosok muslim ideal yang mempunyai penjelasan ilmiah dan hati yang telah terpaut kuat dengan Al-Quran memahami dan menerapkan dalam dalam, tak pernah berbangga diri dan selalu memohon perlindungannya di setiap langkah kebaikan, selalu terbangun di pagi hari dengan harapan ada satu jejak langkah kebaikan yang bisa di torehkannya. Tamat.
Diluar ekspektasi,bukan tokoh ayyaz yg benar benar menarik perhatianku di akhir cerita, kata "tamat" sedikit harapan bahwa apa yang diceritakan dalam novel, kilasan "pembantaian sabra dan shatila" kekejaman manusia, pembantaian itu tak benar adanya dan hanya salah satu bumbu cerita penulis, manusia tidak akan pernah setega itu ternyata tinggal harapan. BENAR.
Peristiwa itu pernah terjadi, pembunuhan yang mengerikan. kejam dan keji. manusia yang punya nurani dan perasaan yg entah kemana kadang bisa menjadi sekejam itu.
lalu datang penyesalan mendalam pada sosok diri ini, telah diberi nikmat keimanan sejak lahir, kemudahan beribadah tinggal di negara yang mayoritas muslim, begitu mudah menjalankan ibadah, begitu mudah menemukan masjid dan mendengar suara adzan tanpa harus di tegur oleh petugas, begitu mudah menuntut ilmu, mempunyai kesempatan yang begitu besar untuk mempelajari islam secara utuh,
detik detik waktu yang begitu di syukurinya mendekat pada Nya, mempertahankan keimanan, memperjuangkan agamanya begitu penuh perjuangan, dan kita terlena kalah akan kenikmatan dunia.
lihat perjuangan sosok muslim itu berlari lari mencari tempat sholat, masjid yang sangat sulit di temui, kaum islam yang minoritas dan begitu sulit melaksanakan sholat, tekanan anggapan yang tak berdasar bahwa islam adalah agama yang primitif, teoris, kejam, perjuangannya mempertahankan keimanan, memutar murottal padahal di luar kamarnya secara jelas kemaksiatan ada, perjuangannya mengulang kitab Riyadhush Shalihin di tengah dinginnya kota rusia itu, dimana pada normalnya orang masih terlelap (?)
Lalu coba katakan pada diri sendiri ? telah seberapa jauh diri ini terlena ? lupa akan kenyamanan ? menyia nyiakan waktu dan kenikmatan kemudahan memahami islam secara utuh. itu penyesalanku secara mendalam.
Novel inspiratif, penyesalan yang tak ada niat sama sekali memamerkannya, berharap bahwa amarah dan rasa penyesalan yang dari tadi membebani ini bisa tersampaikan pada siapapun muslim yg membacanya, mungkin juga bisa menjadi salah satu sumber kebaikan dan inspirasi. terimakasih :)
ada kekaguman pemikiran yang di sampaikan penulis cuplikan niat tulus dari dua orang gadis rusia, muallaf, siapa sangka kehidupan bebas dan kebencian mereka pada islam dan Tuhan di awal cerita berputar 180 derajat diakhir cerita, mempunyai niat tulus bahkan melebihi muslim lain yang kadang hanya setengah setengah menjalankan agamanya "islam ktp",
Bagi orang-orang yang beriman, di mana pun ia bisa rukuk dan sujud kepada Allah, maka ia menemukan bumi cinta.
Dan sesungguhnya dunia ini adalah bumi cinta bagi para pecinta Allah Taala.
Bumi cinta yang akan mengantarkan kepada bumi cinta yang lebih abadi dan lebih mulia yaitu surganya Allah.
-Yelena-
Hidup di bumi cinta yang meninggikan panji- panji kalimat tauhid: Laa ilaaha Mallah! Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, akan mewakafkan diri ini untuk berjuang di jalan Allah,sebagai tebusan dosa-dosa yang aku lakukan se-
belum ini."
-Linor Jelinek-
Angin semilir musim semi berhembus mengiringi kepergian Sofia meninggalkan dom tua itu. Sofia melangkah dengan wajah cerah dan hati bertasbih kepada Allah.
Ia berharap Allah mempertemukan dengan orang yang didambanya di bumi cinta. Bumi yang di dalamnya kalimat Allah dijunjung tinggi dan hati-hati manusia diikat oleh tali tauhid yang indah menyejukkan.
-Sofia Ezzudin-
Komentar
Posting Komentar