Prolog
Seorang
anak berjalan menyusuri jalan setapak, berjalan langkah demi langkah. Kesunyian
hutan itu memberikan raung yang jelas bagi langkah kaki mungilnya. Tak jauh
dari tempatnya berdiri nenek tua sedang sibuk membersihkan pelataran rumahnya. Tanpa
berpikir panjang, di peluknya nenek itu dari belakang.“nenek” manjanya aku
berhasil mendapatkan point sempurna di ujian hari ini. Sang nenek yang kaget
dengan pelukan itu, hanya tersenyum dan menggendong cucu nya itu, “nenek telah
buatkan sup kesukaanmu, hadiah bagi cucu nenek yang terpintar”
----------
Rangkuman,
retorika, kilasan, ataupun patahan yang tersisa tenggelam dalam laju
waktu dan kenangan yang tersimpan. Bayangan itu akan berputar sendiri, di
antara mataku yang sudah setengah jam lamanya kubiarkan terpejam menghadap
langit – langit, atau seketika muncul ketika sentilan halus yang menarikku
melewati waktu.
-
Hi,
perkenalkan namaku Zahra, ku katakan itu dengan terbata bata di depan semua
mata yang manatapku. Dunia baruku, rasa nya ingin aku berlari menghindar dan
memeluk mama ku, tapi kata mama aku harus dewasa. Lebih lebih pesan mamaku agar
berhati – hati dan bahagia di sekolah baruku. Dan senyum bahagianya ketika
mengantarkanku tadi pagi.
-
Aku
berlari, ditengah keramaian padatnya jalan raya, dan entah apa yang terjadi
yang kudengar adalah teriakan di depanku, lalu sedetik kemudian. Sepeda itu
melaju dari sisi kiriku, menyenggol tas sekolah baruku. Hanya tas. Dan mamaku
terkejut membatu di seberang jalan. Wajah khawatir dan terkejut, saat itu aku
pernah berjanji bahwa aku tak boleh lagi membuat mamaku khawatir dan seperti
itu. Be carefull !
-
Peluh
keringat telah menetes di antara kerudung dan topi yang kupakai sekenanya untuk
menyaring panas sinar matahari yang begitu menyengat. Dengan es di tangan
kanan, sepanjang jalan ku lontarkan kekesalanku pada pak andi. Karena
menghukumku seenaknya. Dan tada, rumah ku. Berlari sembunyi sembunyi dibalik
dindiing depan toko, ku pencet bel toko rumahku sendiri berkali kali. Suara mamaku yang menjawab akan terdengar,
dengan daster sederhananya menengok siapa yang memencet bel toko. Dan seperti
hari hari sebelumnya, aku akan muncul tiba2, tada J mama ! aku pulang, aku lapar,
aku lelah dan aku kangen masakan mama.
-
Kadang ayahku terlupakan, ayah yang di masa kecilku hanya kilasan sekejap, bahwa ia
penyayang namun sering menghilang. Hingga hari ini, wajah seriusnya menyetir,
aku merasa bersalah. Kupegang ijazah dan skhu di tanganku dengan tertunduk
lesu, bendera putih telah kukobarkan, iya ayah aku salah, aku akan menurut.
Lihat betapa kau mengecewakan orang yang mencintaimu, maaf
-
Seperti
mentari, terbit, tenggelam. Bahagiakku sedetik lalu tergantikan bahwa aku harus
pergi jauh dari rumah, lalu, mentari terbit, ada senyum kebanggaan orangtuaku
yang menggantikan semua ragu dan sedih.
-
Kadang
aku berfikir, orangtuaku yang paling ribet, possesif ? tapi baru kali ini aku
rindu telfon dari mereka. Hari itu seharian aku menggenggam hp ku, mengecek
berkali-kali kalau ayah mama ku telfon. Dan hari itu pun usai. Telfon yang
selalu ku nantikan.
-
Kadang, Aku
juga lupa punya kakak. Rasa rasanya ntah yang aku pelupa (?) Baru kali ini aku yakin ini kakakku. Orangtuaku yang
kurindukan di setiap kunjungannya hari itu kakak ku yg datang, kupeluk erat di
tengah hembusan angin jalanan. Lalu aku berbisik, Allah terimakasih
-
Kalian
pernah begitu ingin pergi ku suatu tempat, dengan khawatir ku pandangi jam yang
dari tadi jarumnya tak bergeser lambat sesuai harapanku. Maaf L aku rindu rumah dan
mama ku. Ku susuri terminal itu, tergesa gesa mencari angkutan umum yang akan
membawaku ke rumah ku, rumah impian, tapi nyata.
-
Pertamakalinya,
aku makan bersama orang lain, tapi aku biasa saja. Kadangpula ketika aku telat
makan karena jam sekolah, dan aku makan sendiri, hal itu lebih terasa aneh.
-
Kelas
baruku, karpet merah baru, dan tumpukan buku di lemari belakang tersusun rapi.
Wali kelas yang begitu halus hatinya, perhatiannya tulus. Dan kita di sini.
Hei, aku berjanji akan terus menjadi ceria, sebisaku. Rasa syukur yang tak
terhingga pada Allah.
-
Pertamakalinya
aku menang tapi aku merasa di rendahkan. Kadang manusia terlalu sombong
membayangkan dirinya yang seharusnya berada pada kedudukan lebih baik. Lalu
adzan itu menyadarkanku, di serambi masjid favoritku, yang dindingnya setengah
terbuka langsung menatap lapangnya langit. Lihat , betapa lapangnya pintu
keikhlasan jika manusia mau. Sabar dan ikhlas.
-
----------
Kadang aku berfikir, kapan orang
dewasa menyadari bahwa ia dewasa ?
Kadang
aku berfikir, kapan pejuang menyadari kapan ia harus berhenti ?
Kadang
aku bertanya pula, kapan kah diri ini merasa siap untuk mati ?
Kadang
pula aku bertanya, kapan matahari memutuskan untuk berhenti bersinar ?
Bumi
berhenti berputar ? atau dari semua itu ? kapan waktu enggan lagi datang padaku
?
Dan
memutuskan semua cerita harus berujung pada tanda “titik”
Dan di
akhir pertanyaan aku juga berfikir, kapan aku akan berhenti berfikir.
Epilog
Lalu ia
kembali, menjadi gadis kecil itu, menyusuri kembali jalan setapak di tengah
rerimbunan hutan. Hutan yang lebih
indah, selalu lebih indah dari sebelum nya, setiap langkah kakinya yang ringan.
Dan rumah impiannya yang selalu ada di ujungnya. Hari ini akan ku ceritakan
pada nenek tentang bekal makananku yang membuat teman kelasku bahagia. Dan juga
banyak sekali yang ingin kuceritakan ……
Komentar
Posting Komentar