------------------- behind the story ------------------
Hi, ini pertamakali nya aku menulis cerpen, benar benar niat menulis cerpen, dan tantangan selanjutnya adalah tema islami nya, sulit, tapi ada keinginan kuat, di sela sela kuliah ku ketik asal jalan cerita itu. Termasuk rangkaian peristiwa di hari sebelumnya, si sol, sahabatku yang sempet lost contact weekend lalu dan jadi inspirasi cerpen ini ._. Tentunya dengan sedikit banyak rekayasa cerita, setting dan percakapan, dengan lirikan panik berkali2 ketika menyelesaikan cerpen ini di ambang deadline pengumpulannya, Alhamdulillah cerpen ini selesai, dan turut berkontribusi meramaikan peringatan Muharram Fair kampus, semoga menginspirasi dan bermanfaat, dan kalau kamu baca ini sol .-. semoga tersentuh *eh lope you full :*
Perjalanan di bulan Muharram
Terbangun, aku tergesa gesa, hari ini seperti hari hari biasa lainnya, aku kesiangan. sholat shubuh seadanya, dan cepat cepat mandi dan sarapan. wajah kakak ku yang sudah melotot sedari tadi menyambutku, karena memang jam yang sudah menunjukkan pukul 7. Sembari mengomel aku pun duduk nyaman di bonceng kakak berangkat ke sekolah pagi itu.“Sekolah baru, teman baru” batinku. Aku hanya cukup jadi orang pendiam lalu segala nya selesai dengan damai. Kuhilangkan segala kekhawatiran di hari pertama sekolah. tapi ini berbeda, karna sekolah baru ini adakah sekolah madrasah. Berbagai isu horror yang mengatakan bahwa sekolah madrasah itu begitu berat dan ketat aturannya.
Rencana hari pertama ku yang sudah ku siapkan dari rumah menjadi seorang yang pendiam gagal total seketika. Aku bertemu sol. Sebut namanya sol, duplikat diriku, kembaran dari ujung dunia lain, bagaimana tidak, setiap ku kenalkan diriku di sisi lain, bisa nyaris tepat sama dengannya. Dari mulai latar belakang yang dari smp, memilih sekolah madrasah asal asalan *tidak murni, sama sama mempunyai kakak yang cerewet dan menjadi anak bungsu *tragis. Cocok sepaket misi “menjadi pendiam” ku gagal di hari pertama.
Jam 3 sore sekolah baru usai, bel bordering dan suara rekaman doa penutup terdengar di setiap sudut sekolah, Sembari merapikan buku, si sol yang duduk di sampingku juga tak berhenti bercerita. Entah mengapa aku tak bosan, mungkin karna ada duplikat diri ku yang sedikit lebih cerewet ini, mungkin saja aku akan menemukan cerita berbeda dari sekolah ini.
Sudah 2 bulan, kehidupanku di mulai sebagai murid madrasah aliyah, berangkat sekolah, mengaji bersama, mendengarkan guru, sesekali berbisik bisik dengan si sol soal ini itu, dan perdebatan panjang soal ekskul yang harusnya di pilih. Sol berbeda, dia lebih berani mencoba hal baru, ? Dia lebih berani mengikuti ekskul badan dakwah islam madrasah yang latihannya terkenal paling sibuk dan rutin bahkan menghabiskan waktu weekend nya dengan diklat penuh, sedangkan aku ? Aku lebih memilih hidup tenang dengan ekskul PMR, santai untuk sekedar secara formal memenuhi persyaratan madrasah.
*dikelas*
Pagi ini ku marahi si sol, sudah seminggu ini tissue itu “stand by” di hidungnya, mimisan. Darah itu tak berhenti mengalir dari hidungnya, ketika di periksakan,dokter mengatakan karna kelelahan. Ku marahi si sol dengan nada cerewetku,
“Sol tau dong kemampuan diri sendiri, kalau udah sakit gini kan yang susah siapa ? Kamu sendiri kan sol ? Yang iya orangtua tambah khawatir. Itu ekskul memang sibuk banget, udahlah sol lepasin aja, ganti yang agak renggang kegiatannnya”
Ku suruh dia untuk berhenti dan mencari kegiatan lain, tapi si sol yang keras kepala *sama seperti diriku* akan tegas menolak dan mempertahankan keinginannya untuk melewati diklat menjadi pendakwah di madrasah.
*Jam istirahat*
Ketua kelas baru ku yang aku lupa namanya, maju, menjelaskan bahwa akan ada event sekolah untuk menyambut tahun baru islam besar besar an, dan akan ada acara pondok pesantren kilat juga buat kami sebagai edisi perkenalan juga bagi kami sebagai murid baru.
Pondok pesantren ? “Haduuh” gerutuku. Jadi siswa di madrasah ini saja sudah menjadi beban tersendiri apalagi pondok pesantren?? sudah terbayang bagaimana semuanya akan ribet, dari mulai bangun pagi, antri mandi ? antri makan ? atau ustadzah ustadzah yang killer ? Atau mungkin aturan yang makin ketat 24 jam.
Tik tok ku putar otak memikirkan banyak ide untuk menghindar dari kegiatan WAJIB ini. Dan *brakk* di sebelahku si sol sudah memandangku membuyarkan lamunanku.
Dengan santai dia bilang,
“pasti kamu pengen bolos kan ris ? Hayoo ? Alasan apa sakit ? jangan dong, ini event keren.”
“Keren dari mananya” batinku
“di sana kita bakal mengenal semua teman 3 x 24 jam penuh, akan banyak cerita di tambah lagi banyak ilmu yang bisa di dapat.”
“Di tambah lagi kamu tau ?” Dia membisikkan ku, “di sana pemandangannya indah sekali, di kawasan daerah batu, gunung panderman, kita bisa melihat langit lebih dekat, udara sejuk atau perkebunan buah di sepanjang jalannya, lihat bangunan kayu jaman dahulu khas pondok”
“ ayolah ris, pondok ini sudah terkenal keren, pondok modern”
Dan jadilah hari ini, ku seret kaki ku yang malas beserta bawaaan tas berisi bekal baju selama 3 hari. Jujur tidak ada yang menarik dan spesial dari kegiatan ini, cuma cerewet si sol yang mendorongku berada di sini, Sejak kecil tak pernah ku tau apa spesialnya tahun baru islam, tau tanggal nya saja sudah untung.
*pondok pesantren*
Setiba di pondok, siang hari kami di izinkan untuk berbenah diri. Sedikit mengantuk sore itu kami di ajak duduk “lesehan” di halaman pondok, rumput hijau, di bawah sana terlihat jajaran rumah dan jurang curam dan jembatan bambu penghubung ke ponpes cowok. Benar kata sol indah pemandangannya , di depan sudah ada ustadzah berwajah ramah dan cantik menyambut kita. dengan ekspresi dan intonasi yang menarik.
Sore itu, dari ketidaktahuan aku menjadi tau, bahwa tahun baru islam mulai di hitung di masa kepemimpinan khalifah Umar Bin Khattab dan ditujukan untuk mempermudah perhitungan dan penandaan peristiwa penting bersejarah islam dan mempermudah surat persuratan pemerintahan islam zaman dahulu. Di tambah lagi, tahun baru islam di hitung sejak rasulullah SAW hijrah pertama kali da nada satu hal yang terus mengulang di kepala ku, kata kata yang cukup menyentuh.
“ Hijrah ? Yang katanya adalah berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menjadi lebih baik, hal yang sulit, tapi demi kebaikan.” “sebesar itukah pengorbanan rasul ? Demi islam rela pergi dari kampung halaman”
“ nyesel kah ? “ Celetuk si sol yang sedari tadi duduk di sebelahku membuyarkan lamunanku untuk kesekian kalinya.
“apa ?” tanyaku , “itu ….. , datang kemari, seru kan” kata nya
“Aku baru tau tentang hal ini” Bisikku.
“Banyak hal yang tidak ku ketahui tentang islam. Yang ku tau hanya aku harus sholat lima waktu sehari. Dan sol. Kamu tau ? Ketika ustadzah tadi menceritakan bagaimana rasulullah berhijrah ? Mengorbankan segalanya ? Aku merasa baru mengenal islam lebih nyata, yang selama ini, ini seperti hal yang tak nyata dan hanya menjadi kewajiban semata, tapi aku merasakannya semakin nyata seperti islam adalah kehidupan.”
Si sol hanya tersenyum dan berkata ” kamu perlu belajar banyak sob, termasuk aku juga, simpulnya, dan aku tau semua hal ini, sore ini kita berada di sini itu karna takdirNya.”
Benar. Keputusan ku masuk madrasah ini bukanlah hal panjang yang kupertimbangkan dengan matang. Malas malasan, karna Sma yang ingin ku tuju sudah menutup pendaftarannya, aku sedikit memaksakan diri untuk daftar ke madrasah ini, lalu aku bertemu si sol, dia punya cerita sama, menempatkan diri sebagai sahabat ku dan entah mengapa mempunyai andil yang besar untuk aku duduk di sini sekarang. Lamunan ku buyar.
Matahari hampir terbenam, cantik cahaya keemasan menjadi saksi kita sore itu, bersama ustadzah membimbing kita membaca doa akhir tahun, memberikan kita kultumnya tentang perbaikan diri, ada satu harapan muncul, tekad itu ada, bahwa aku harus mengenal islam lebih dalam, dan berterimakasih sama Allah karena telah dikirimnya sol. Sahabat inspirasiku, mendengar ceritaku, ada di sampingku, tertawa bersama atau bahkan menangis bersama. Dia sama dengan ku namun dia lebih kuat untuk menguatkanku.
Aku dan dia berbeda, aku tau dia bisa mendorongku sejauh ini, karna ketegasan itu, setiap langkah apapun yang ada di depannya entah itu dua jalan atau banyak jalan ia akan yakin memilih dan menarikku dengan yakin pula.
Malam itu di bawah padang ilalang bintang malam, kami berkumpul bersama,ada acara drama persembahan dari ponpes. Menunggu persiapan yang lain berkumpul, aku diam dan termenung.
“Aku bukanlah muslimah yang sempurna, bahkan menjadi muslim sejak di lahirkan aku tidak pernah begitu tau mengapa aku harus sholat, mengapa mengapa aku haris meluangkan waktu membaca Al Quran ? mengapa aku harus menutup kepala ku dengan jilbab panjang ini ? “
Si sol mencubitku, melarangku diam, “cerita !!” cemberutnya. Aku terlalu malu untuk cerita, lalu dia hanya tersenyum dan bilang pasti karna kajian tadi.
“Tenang sob, kita akan bersama 2 tahun ke depan, belajar bersama tentang semua nya.” Aku terhenyak dalam diam, lalu ku tarik tangan sol untuk bergegas menuju halaman tempat berkumpul malam itu.
*setahun kemudian*
Dan hari pun berlalu, banyak hal yang ku dapat, sangat banyak, di madrasah. di mahad, oh iya setelah peristiwa ponpes itu aku masuk mahad sekolah,
Masih teringat rayuan si sol yang menggebu
“Harus totalitas dong ris kalau menuntut ilmu, apalagi ilmu agama !”
Setahun lalu ketidaktahuan itu membuatnya menjadi tak berarti, tapi hari ini, setahun kemudian ada semangat tersendiri dalam hati, bahwa islam agama penuh makna, penuh cinta dan kami sepakat untuk mengenalnya lebih jauh.
Dan semangat yang lebih besar bahwa kami harus mengenalnya lagi – lagi, aku dan sol tak pernah berhenti ataupun bosan, sejak hari itu dari pondok pesantren tahun lalu, kami masuk asrama, tuntutan mengaji kitab hingga malam, saling mengajari dan menyalin terjemahan kitab ketika akan ujian, hingga misi kita untuk tetap istiqomah di jalur seperti ini. Banyak hal baru yang dulu sepeti larangan aturan yang begitu memaksa tapi sekarang melekat dalam hati bahwa itulah kewajiban.
Begitu pula ketika ada moment lucu, ketika diskusi kita berakhir bahwa pacaran itu tidaklah baik, dan curhatan si sol yang harus berusaha menyembunyikan rasa suka nya dan menolak mentah mentah ajakan temannya untuk berpacaran, ataupun bagaimana aku berusaha mempertahankan jilbabku, nasihat tanpa henti dari sol bahwa kita harus nya istiqomah berjilbab.
Sudah Setahun lalu, cepatnya waktu ternyata tak berlalu begitu cepat seperti yang kufikirkan. banyak hal yang terjadi, dan siapa sangka hari ini aku sudah berdiri begitu bersemangat keliling kelas per kelas mengumumkan event perlombaan untuk memperingati tahun baru islam. Bersama sol kita menjadi panitia penyelenggara berbagai perlombaan islami yang sudah direncanakn jauh jauh hari. Ada banyak hal yang kita dapat. Dan dalam perjalanan ku itu. Setahun lalu dan setahun ini, aku tidak sendiri. Allah mengirimkannya, sahabatku.
Komentar
Posting Komentar